Langsung ke konten utama

Part 3: Hitam


Sekuel dari 4 Jam Mencari Ember: Sebuah Perjalanan Tak terduga

part 1: Langkah Pertama
part 2: Kecewa atau Semangat. Meratap atau Bergerak
part 3: 

Hitam


Jogjakarta – masih di hari di mana aku harus menemukan ke-tujuh ember – pukul 11.45, perjalanan menuju pasar kli**kan. Jika aku selamat sampai pasar kli**kan, maka perjalanan ini adalah momen pertamaku masuk pasar di Jogja. Bayanganku tentang pasar kli**kan adalah pasar tradisional di mana orang-orang murah senyum berkumpul untuk melakukan transaksi jual-beli. Tempat di mana hasil kerja keras menanam pangan akan di jual dan tempat berkumpulnya senyuman setelah melihat hasil kerja keras halal telah terbayar. Aku biarkan bayanganku mengawang sampai aku tiba di pasar tersebut.
 Jarum jam menunjukkan pukul 12 lewat 5 menit, tapi aku belum juga menemukan pasar kli**kan. Lima belas lewat lima menit telah kuhabiskan di perjalanan menuju pasar kli**kan, hampir 2 jam telah aku telan untuk mencari ke-tujuh ember. Hasil sementara: 2 ember dari 7 ember telah ditemukan, sisa ember yang harus ditemukan: Lima, aku mulai frustasi. Rekan kerjaku menelfon salah satu temannya dan mengatakan bahwa aku sudah dekat. Setelah berputar-putar di jalan yang sama namun tak kunjung mendapatkan hasil, aku membuat satu keputusan. Aku dan rekan kerjaku pergi ke SPBU, solat dulu coy.
Setelah selesai solat aku dan rekan kerjaku kembali memacu mobil, sambil berharap ada cahaya yang menuntun kami ke pasar tersebut. Namun yang kami temui hanyalah lambaian pengisi bensin yang menunjukkan mesin pengisi bensin sambil berkata “Dari Nol ya pak”. Setelah mobilku minum kami melanjutkan pencarian buta kami.
Di perjalanan, tiba-tiba rekan kerjaku menemukan sebuah ember tak sadarkan diri di depan sebuah ruko yang sedang dibangun. Aku langsung menepi, memarkir mobil, dan menjemput ember tersebut. Kabar buruknya, ember tersebut masih ada yang punya dan masih ada isinya. Kabar baiknya, sang pemilik ember tahu persis letak pasar yang sedang kami cari.
Setelah mendapat arahan dari sang pemilik ember, kami akhirnya menemukan pasar kli**kan! Ternyata pasar kli**kan berada di jalan *peep* dan dekat dengan SMA *peep*. SMA tersebut merupakan SMA asal dari banyak temanku di FK UGM
 Aku langsung menyeletuk “OOHHH! TERNYATA ini SMAnya si adhit (nama palsu)”
Rekan kerjaku menjawab “Iya, pasar kli**kan kan emang deket sama SMA *peep* Temenku juga dari SMA ini. Masa ada cerita lucu tentang pasar ini gah.”
“Apatuh?”
“Temenku bilang kalo dia parkir motor, terus helmnya ilang, nanti pas pulang pasti nemuin helmnya di pasar ini. Gak cuma dia, temen-temennya yang bawa motor sering juga kaya gitu”
[Kaget] “What?!” Sejenak bayanganku tentang pasar tradisional murah meriah senyum menawan jujur berpahala buyar. “Seriusan?” Nada bicaraku masih menunjukkan rasa tidak percaya.
“Iya, yaudah yok masuk”
Setelah aku menelaah pasar ini, aku menemukan banyak sekali spare part motor.
“Eh bro (nama rekan kerja disamarkan), kamu serius kita bakal nemuin ember di pasar ini?”
“Kayaknya enggak deh... Isinya spare part semua. Kata temenku kalo mau nyari spare part murah di sini tempatnya.”
“Terus ngapain kita ke sini... Kita kan gak lagi nyari spare part.”
“Ya siapa tau ada. Ternyata enggak”
Aku geleng-geleng  ”Btw, Aku heran.... Spare part spare part di sini masih bagus-bagus, kenapa bisa murah?”
“Lah, kamu gak tau? Katanya motor curian spare partnya dipretelin terus di jual di sini. Semacam black market.”
“HAH?? Serius?? Jadi ini sarang black market? Pasar yang jualan gak pake lampu itu?”
“Gah gak lucu.”
“Oke lanjut.”
Aku menarik nafas sambil melihat sekitar. Aku tak menyangka bahwa akhirnya aku masuk sarang black market. Aku juga tak menyangka kenapa bisnis itu begitu subur di sini, bahkan pencurian helm yang dialami para siswa sudah menjadi hal yang lumrah. Aku ke luar pasar dan melihat sekali banyak jajanan. Lingkungan yang sebegitu ramainya bisa terjadi aksi pencurian. Satu pertanyaan muncul di benakku, di mana mata mereka? Atau lebih tepatnya, di mana hati mereka?
Langkah kaki yang santai tidak diikuti oleh gemuruh hati yang dongkol. Duit lagi, duit lagi. Apakah ketika mereka kaya, mereka akan berhenti dari pekerjaan ini, atau justru mencari prospek kejahataan yang lebih besar lagi? Aku teringat opnum pejabat. Aku teringat opnum hakim. Aku teringat opnum penegak hukum.
 Apa yang bisa dilakukan oleh kami untuk merubah semua ini? Demo? Mereka tak punya telinga, hati mereka juga telah mati. Hmh, sebaiknya di mulai dari diri sendiri. Terus ngajak orang lain supaya berlaku jujur, supaya Indonesia kembali menjadi pintar, supaya Indonesia kembali ditakuti. Cukup sudah, ke-tujuh ember masih menunggu untuk ditemukan. Aku kembali ke mobil dan segera berpikir.
“Bro (nama rekan kerja masih disamarkan), kemana nih kita?”
“Pasar progo aja. Temenku nyaranin ke situ.”
“Di mana tuh? Isinya bukan spare part kan?”
“Aku juga gak tau, katanya deket malioboro. Enggak kok, ini isinya barang-barang bekas kata si z (yang nyaranin ke pasar progo)”
“Kenapa gak ke situ aja daritadi. Okedeh kita ke sana, semoga gak nyasar lagi dan embernya ada di situ.”
“Kamu tau jalannya?”
“Enggak.”
“Lah terus?”
Next stop, Progo Market.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato dan Gombal di Musim Pancaroba

Pidato: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua dan segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karna berkat rahmat dan karunianya kita dapat berdiskusi di dunia maya ini. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah pidato tentang musim pancaroba. Dewasa kini banyak sekali terlihat penyakit di lingkungan saya. Saat ini sedikitnya 5 orang telah terjangkit demam berdarah dan belasan lainnya terjangkit pilek. Di musim pancaroba ini hendaknya kita lebih extra waspada untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Kita juga harus memerhatikan lingkungan dengan buang sampah pada tempatnya mulai dari diri sendiri. Sampah-sampah dapat menjadi tempat genangan air bersih. Genangan air tersebut adalah SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH! Maka dari itu saya menghimbau kepada seluruh teman-teman untuk menjaga lingkungan kita jangan sampai orang terdekat kita menjadi korban dari ganasnya demam berdarah. Di mulai dari diri sendiri, dari yang kecil, dan dar

Lima Tips Koas IPD FK UGM

Banyak sekali hal-hal yang tidak tertulis dalam peraturan namun dalam kenyataan sangat dipegang. Contoh; ketuk pintu saat hendak memasuki ruangan. Pastilah kertas peraturan semakin penuh jika setiap peraturan tidak tertulis ikut ditulis. Sayangnya masih ada saja beberapa koas yang mungkin lupa kalau ada hal tersebut. Oleh karena itu kewajiban bagi koas yang ingat untuk mengingatkan. Kalau yang lupa tidak mau mengingatkan, semoga Tuhan mengingatkannya. Namun, kita di sini tidak membahas peraturan tak tertulis melainkan tips tak tertulis. Beberapa tempo lalu -- di sini -- aku telah menuliskan bagaimana koas dituntut untuk memiliki inisiatif. Namun sayangnya, pendidikan kita tidak sinergis untuk mendidik kami menjadi pribadi inisiator. Contoh? Ada bagian dimana salah menginisiasi berakibat fatal, lebih baik manggut-manggut angguk-angguk. Lalu hadirlah artikel ini yang semoga dapat membantu Anda jika ingin IPD lebih bermanfaat. Tentunya pembaca lain sangat diundang untuk berbagi

Koas Penyakit Dalam FK UGM

Koas Ilmu Penyakit Dalam FK UGM Halo semua pembaca! lama tidak berjumpa di ruang maya ini. Semoga teman-teman, bapak, ibu, semuanya dalam keadaan sehat. Kali ini aku ingin bercerita tentang stase besar terakhirku. Kisah nano-nano yang tak terlupakan, tentunya tiap bagian hidup kita memiliki keunikan dan spesialnya masing-masing. Ini kisahku Sepuluh minggu tulang punggung dokter umum. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap bagian lain, IPD memang menyumbang peran besar. Sewajarnya punggawa ilmu penyakit dalam (IPD) menginginkan koasnya pintar-pintar. Berbagai program telah disiapkan oleh dosen-dosen kita yang luar biasa. Program pertama adalah bimbingan koas. Aku rasa tidak ada cerita khusus di bimbingan koas. Tips belajar sebelum stase?  Maaf ya menurutku pribadi tidak perlu. Saranku perdalamlah ilmu yang disukai; ilmu jual beli yang baik? ilmu agama? ilmu-ilmu yang bermanfaat yang mau diamalkan. Manfaatnya dobel; manfaat belajar + manfaat mengamalkan. Mengapa tidak perlu belajar