Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Ikhlas atau Munafik

1. Berkata imam An-nawawi rahimahullah 1 "Kemudian jika ia melakukan hal itu (2 syahadat, solat, dan zakat) dengan niat yang ikhlas lagi baik, maka ia orang yang beriman. Jika ia melakukan hal itu karena pura-pura (taqiyyah), atau takut pada pedang, seperti orang munafik , maka perhitungannya diserahkan kepada Allah, dan Dialah Yang Menguasai segala rahasia. Demikian pula siapa yang shalat dengan tanpa wudhu atau mandi dari jinabat, atau makan di rumahnya dan mengklaim berpuasa, maka perbuatannya diakui, sedangkan perhitungannya diserahkan kepada Allah. Wallahu a'lam" Faedah yang kita ambil dari perkataan beliau adalah; - ikhlas atau tidak ikhlas orang lain adalah hak Allah untuk menghisabnya - ikhas atau tidak ikhlas diri sendiri adalah kewajiban kita untuk mengerjakan yang ikhlas jika ingin menjadi orang beriman *** 2. Fenomena yang ada sekarang adalah sama-sama Islam, syahadatnya sama, sholatnya sama, zakatnya sama, tetapi perilakunya berbeda. Ada yang

Standar Ganda

a berkata pada b "Jangan merasa paling benar sendiri!" berarti a mengatakan "b, kamu juga bisa saja salah" permasalahannya adalah keduanya sama-sama merasa benar. lantas apa yang menjadi pembeda antara benar dan salah? seorang muslim menjadikan al Qur'an sebagai furqon, pembeda yang benar dan yang salah. bahasa halusnya pembeda yang haq dan yang bathil. namun ternyata masih saja ada ujian ketika al Qur'an disalahartikan. Sebagian orang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar Allah sendiri sudah berkata di dalam Qur'an bahwa pemahaman yang paling benar adalah pemahaman sahabat dan bukan pemahaman orang kekinian yang berkata ini itu tentang Qur'an, sekalipun dia kyiai atau profesor. Allah berfirman dalam surat at taubah ayat 100: وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَ