Langsung ke konten utama

Pelangi di Dahlia 5 Sardjito

      


        Mungkin, jaga bangsal bagi beberapa koas adalah hal yang menyebalkan. Namun, koas itu sudah capek jangan dibikin menjadi semakin capek dengan berpikiran negatif, betul?  Jika kita jaga bangsal, anggaplah 36 jam kita akan berada di Rumah Sakit (RS). Masa mau kita 36 jam kerjaannya merengut terus merindukan hangatnya rumah. Di 36 jam RS, kita harus mendapatkan banyak hal membahagiakan, dengan seperti itu, jaga bangsal akan menjadi menyenangkan.

     Hal di atas disebut sebagai reframing pikiran. Hal-hal yang kita pikir buruk, belum tentu benar-benar buruk. Aku pun masih belajar untuk dapat mengaplikasikan ilmu tersebut. Hari ini aku ingin menceritakan pengalaman menyenangkanku selama jaga bangsal. Siapa tau kesenangan ini menular ke pembaca dan pembaca sekalian mendapatkan kebahagiaan.

    Semua berawal ketika aku kedapatan jaga malam minggu. Malam minggu bro, di saat orang lain pergi makan, pergi nonton bola, pergi ngobrol-ngobrol, aku jaga di rumah sakit. Awalnya aku mbatin, kenapa kok aku pilihnya malam minggu (jaga di THT bisa milih mau kapan sesuai kesepakatan kelompok). Pengen libur, pengen main, pengen santai di rumah. Tetapi aku ingat titah dr. Acong saat pembekalan koas “Reframing Pikiran” Hal yang kita anggap buruk, belum tentu benar-benar buruk. Buatlah hal yang kamu anggap buruk, menjadi baik. Jangan mau menyia-nyiakan hidupmu dalam penyesalan, bahagiakanlah dirimu! Kamu bertanggung jawab atas kebahagiaanmu.

     Alhasil setidaknya dua kebahagiaan muncul malam itu. Kebahagiaan pertama alhamdulillah datang sesaat setelah aku berusaha me-reframing pikiran. Tak lama setelah aku bertengger di bangsal THT Dahlia 5 Sardjito, seorang yang kukenal datang membawa beberapa gepok salak. Orang tersebut adalah Mbah Budiman, warga muntilan, keluarga salah satu pasien di bangsal. Beberapa hari sebelumnya, aku dan Vian mengajak ngobrol mbah Budiman yang terlihat tak bisa tidur. Mbah Budiman menceritakan banyak hal, termasuk perjalanan hidupnya yang pernah mengarungi Jakarta.


   Kembali ke bangsal, mbah Budiman pun menyapaku “Malam, Dok!” (Padahal notabenenya aku belum mendapat gelar dokter). Mbah Budiman sangat baik, meningkatkan kepercayaan diri kami para koas. Kalau disebut “Dok” beberapa koas terpacu untuk memberikan yang terbaik untuk pasien, aku salah satunya, semoga kamu juga. Aku pun menjawab “Malam, mbah! Wah baru balik dari Muntilan nih mbah” Mbah Budiman tersenyum. Tak lama kemudian, mbah Budiman menghampiriku “Dok ini ada salak buat dokter” “wah mbah gausah repot-repot mbah” “udah terima aja dok, ini panen sendiri kok” “terima kasih banyak mbah, makasih makasih”

Pelangi di Dahlia 5 Sardjito

     Suatu kehormatan luar biasa diberikan salak segepok oleh keluarga pasien. Salak pun kami bagikan untuk seluruh staff bangsal malam itu. Mbah Budiman memang seorang sosok yang hangat, suka bercerita, senang bercanda, dan murah hati. Semoga keluarga pak Budiman cepat sembuh dan cepat pulang dari bangsal. Sayangnya aku tak dapat mengucapkan “selamat, Mbah! Akhirnya bisa pulang lagi” karena saat mbah Budiman pulang, aku kedapatan tugas di Klaten.

      Kebahagiaan kedua; Dokter Residen THT yang berjaga malam itu sangat seru dan memiliki cerita unik. Beliau punya segudang cerita tentang Medisar (Tim Bantuan Medis FK Univ. Atma Jaya).  Pengalaman beliau menyebrangi dua gedung dengan tali, ikut mencari korban hilang saat banjir, push up lebih dari 30x dengan tas Carrier berisi Aqua 15 kg (1,5 x 10) adalah warna-warni jaga bangsal malam itu.


     Beliau juga murah hati dan sangat total dalam memberikan ilmu, dokter Jessica namanya. Meskipun terlihat capek malem itu, beliau terus-terusan bertanya “ayo ada yang mau ditanyain gak?” dan jawaban beliau selalu lebih lengkap dari apa yang kami tanyakan. Jaga bangsal 12 jam pun menjadi tak terasa, memang betul apa yang kita kira buruk, belum tentu benar-benar buruk.

Pelangi di Dahlia 5 Sardjito

          Beberapa pelajaran selain reframing pikiran;
1. Jangan kurang ajar sama guru. Kalau udah dibaikin, kita sebagai murid jangan seenaknya sendiri. Saling asah asih asuh. Simpelnya saling bantu dan kita menghormati beliau beliau. (Soalnya ada murid yang kurang ajar sama gurunya, padahal gurunya udah baik). Nah guru macam dokter Jessica jangan sampai dikurangajari. Beliau sudah memberikan yang terbaik, kita sebagai murid pun kudu memberi yang terbaik.


2. Perlakukan pasien (dan keluarga pasien) sebagai manusia utuh, selain kebutuhan akan kesembuhan, pasien juga punya pikiran dan perasaan

copyright to amgah.blogspot.com

sumber gambar;
theawakenedlife.wordpress.com
koleksi pribadi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato dan Gombal di Musim Pancaroba

Pidato: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua dan segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karna berkat rahmat dan karunianya kita dapat berdiskusi di dunia maya ini. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah pidato tentang musim pancaroba. Dewasa kini banyak sekali terlihat penyakit di lingkungan saya. Saat ini sedikitnya 5 orang telah terjangkit demam berdarah dan belasan lainnya terjangkit pilek. Di musim pancaroba ini hendaknya kita lebih extra waspada untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Kita juga harus memerhatikan lingkungan dengan buang sampah pada tempatnya mulai dari diri sendiri. Sampah-sampah dapat menjadi tempat genangan air bersih. Genangan air tersebut adalah SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH! Maka dari itu saya menghimbau kepada seluruh teman-teman untuk menjaga lingkungan kita jangan sampai orang terdekat kita menjadi korban dari ganasnya demam berdarah. Di mulai dari diri sendiri, dari yang kecil, dan dar

Lima Tips Koas IPD FK UGM

Banyak sekali hal-hal yang tidak tertulis dalam peraturan namun dalam kenyataan sangat dipegang. Contoh; ketuk pintu saat hendak memasuki ruangan. Pastilah kertas peraturan semakin penuh jika setiap peraturan tidak tertulis ikut ditulis. Sayangnya masih ada saja beberapa koas yang mungkin lupa kalau ada hal tersebut. Oleh karena itu kewajiban bagi koas yang ingat untuk mengingatkan. Kalau yang lupa tidak mau mengingatkan, semoga Tuhan mengingatkannya. Namun, kita di sini tidak membahas peraturan tak tertulis melainkan tips tak tertulis. Beberapa tempo lalu -- di sini -- aku telah menuliskan bagaimana koas dituntut untuk memiliki inisiatif. Namun sayangnya, pendidikan kita tidak sinergis untuk mendidik kami menjadi pribadi inisiator. Contoh? Ada bagian dimana salah menginisiasi berakibat fatal, lebih baik manggut-manggut angguk-angguk. Lalu hadirlah artikel ini yang semoga dapat membantu Anda jika ingin IPD lebih bermanfaat. Tentunya pembaca lain sangat diundang untuk berbagi

Koas Penyakit Dalam FK UGM

Koas Ilmu Penyakit Dalam FK UGM Halo semua pembaca! lama tidak berjumpa di ruang maya ini. Semoga teman-teman, bapak, ibu, semuanya dalam keadaan sehat. Kali ini aku ingin bercerita tentang stase besar terakhirku. Kisah nano-nano yang tak terlupakan, tentunya tiap bagian hidup kita memiliki keunikan dan spesialnya masing-masing. Ini kisahku Sepuluh minggu tulang punggung dokter umum. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap bagian lain, IPD memang menyumbang peran besar. Sewajarnya punggawa ilmu penyakit dalam (IPD) menginginkan koasnya pintar-pintar. Berbagai program telah disiapkan oleh dosen-dosen kita yang luar biasa. Program pertama adalah bimbingan koas. Aku rasa tidak ada cerita khusus di bimbingan koas. Tips belajar sebelum stase?  Maaf ya menurutku pribadi tidak perlu. Saranku perdalamlah ilmu yang disukai; ilmu jual beli yang baik? ilmu agama? ilmu-ilmu yang bermanfaat yang mau diamalkan. Manfaatnya dobel; manfaat belajar + manfaat mengamalkan. Mengapa tidak perlu belajar