Langsung ke konten utama

Api dan Perpisahannya part.2

Aku pun masuk ke dalam lembaran itu, melihat kembali salah satu hari penuh canda di kelas 9C tercinta.
Kami saat itu sedang melakukan sistem moving class, berpindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya untuk menimba ilmu. Jam pelajaran terakhir kami lakukan di ruangan 9F. Ruangan ini dulunya merupakan ruangan elektronika. Akan tetapi, ruangan ini beralih fungsi. Sistem moving class dan alih fungsi ruangan terkait juga dengan lembaran gosong yang sebentar lagi akan kubuka.
9F dikenal sebagai ruang sauna. Meskipun demikian, hal ini tidak mengendurkan keisengan kami. Nurro mulai membuat keributan yang mengundang decak tawa. Laki-laki bertubuh mungil dengan rambut khas band metal ini memang iseng, keahliannya adalah membuat muka lugu. Nurro sering mengundang tawa dan berkolaborasi dengan sahabat karib lawaknya yaitu Fadil. Fadil sendiri adalah laki-laki bertubuh besar dan berkulit putih yang sama isengnya dengan Nurro. Mereka berdualah aktor utama pengundang tawa kami di 9C.
Kami ber-40 mempunyai keahlian masing-masing dalam mengundang tawa, saling melengkapi dan mengisi. Selain pelawak, kami di sini juga mempunyai musisi. Petikan gitarnya dan suara yang merdu tak jarang menjadi pelipur lara hati kami. Kali ini sang musisi sedang menyanyikan sebuah lagu. Akan tetapi, kicauan satu kelas membuatnya tak terdengar. Seisi kelas sangat ribut dan ramai. Seperti suasana demo di depan gedung DPR. Ricuh tanpa guru. Celotehan sana-sini berbaur tak karuan. Keributan pun terdengar sampai luar ruangan. Tiba-tiba Nurro melakukan aksi pertamanya, kali ini Aya yang dilanda bencana.
“Upssss sorry” Ucap Nurro sambil menyenggol Aya.
“Apasih nuurr” Seru Aya merasa terganggu.
“Upsss sorry lagi” Senggolnya lagi dan lagi.
“Apaansih loo nuurr nyenggal nyenggol” Balas Aya melengking nada jengkel.
“Wets santai doonggg” Balas Nurro dengan muka lugunya seperti tak sengaja.
Terjadi pergantian pemain di tim iseng, Nurro digantikan oleh Fadil. Tim korban, kali ini tetap Aya. Ketika Aya sedang memakai sepatu, Fadil tiba-tiba berlari dan dengan sekejap mengambil sepatu Aya. Tak terima dengan perlakuannya, Aya mengejar Fadil. Pengejaran tersebut layaknya serial kartun Tom and Jerry. Namun, pengejaran tersebut dan keributan yang terjadi harus terhenti setelah salah seorang guru dari kelas lain menyadari kehadiran kami. Kehadiran yang tentunya mengganggu dan berisik. Dalam sekejap kami semua terdiam, mencoba menghindari amarah guru dengan bersikap lebih tenang.
Tiba-tiba seorang guru hadir dari kejauhan. Seorang wanita yang akrab disapa Bu Kris, guru yang satu ini mempunyai semangat seperti Bung Karno. Tak peduli kondisi kesehatan, ia tetap mengajar dengan penuh semangat. 9C kali ini melanjutkan materi tentang jurnal perniagaan. Terdapat dua jurnal yang bagannya sama persis. Tidak punya pilihan kami harus menulis bagan itu dua kali. Sangat repot dibandingkan guru kami Bu kris yang hanya  menghapus angkanya.
Yah dia mah enak cuma tinggal ngapus, Lah gue? Dengan suara keras melengking satu oktafnya Icha.
Icha adalah sahabat Aya di 9C, memiliki suara khas melengking yang tinggi dan handal dalam menyanyi.
            “Kamu ngiri sama ibu? Kamu hapusin aja catetan kamu.” Cetus Bu Kris yang ternyata mendengar lengkingan Icha.

 
Lah kok denger?” Sahut Icha lugu tidak menyadari bagaimana suaranya.
Kemudian giliranku tiba, “Bu itu bagannya sama?” Tanyaku pada Bu Kris ketika beliau sedang menulis bagan yang ke-2. Pertanyaanku memprediksi bahwa kedua bagan tersebut sama
“Belum tentu sama, belum tentu beda” Jawab Bu Kris sambil tersenyum penuh arti.
“Angkanya juga sama bu?” Tanyaku kembali.
“Belum tentu sama, belum tentu beda” Jawab Bu Kris yang kali ini tertawa. Ternyata bagan tersebut memang sama persis.
“Nak, maaf ya garisnya miring, otak ibu lagi miring juga nih soalnya" Celetuk Bu Kris tiba-tiba.
Canda dan tawa yang hadir bersama kami ini hanyalah segelas air yang diambil di tengah lautan. Uniknya, keakraban dan kekompakan ini kami peroleh dengan pengorbanan yang lain daripada yang lain. Lembaran yang hangus tersebut ternyata awal dari lautan canda yang kami bentuk. Bau gosong yang menyengat dari bukuku semakin dekat, tanda bahwa lembaran hangus sebentar lagi akan kubuka.
Kali ini giliran bel pulang sekolah yang berbunyi. Kami semua bergegas keluar menikmati udara yang segar selepas bersauna ria. Tanpa terasa sauna tersebut kami jalani dengan cepat, karena tawa dan canda menghiasi waktu kami bersama. Bel pulang sekolah selesai berbunyi tanda aku harus pindah ke lembaran berikutnya. Lembaran berikutnya merupakan lembaran hitam, hitam karna hangus. Bel pulang sekolah memang sudah tak berbunyi. Akan tetapi, seperti ada bunyi bel baru mengiang di telingaku. Bel yang berbunyi karena terpicu oleh suatu hal. Sesuatu yang tebal, membubung di langit seperti awan. Tiba-tiba aku mendapat telfon dari salah seorang temanku.
“Woy gaahhh!! Liat running text berita gakk??” Sahut temanku menggelegar.
“HA? Enggak, ada apaa?” Jawabku bingung.
“Liat aja sekarang, buruan!” Suruhnya bergegas.
“Ada apaansih?” Balasku penuh tanya.
“Labschool kebakaran!!!!!” Teriak temanku dari kejauhan.
“Eh serius lo? Beneran?” Tanyaku heran.
“Seriusss, coba liat berita!” Kali ini dengan nada lebih serius.
“Oke, oke, nanti gue liat” Jawabku sambil menutup telfon.
Tak sempat aku memikirkan telpon yang pertama. Di benakku hanyalah sebuah tanda tanya besar. Detak jantung yang terpacu cepat tak dapat aku kuasai. Tiba-tiba datang sebuah telfon masuk dari temanku yang lain.
“Gah labschool kebakaraaaan!” Teriaknya kencang sambil aku menjauh dari telfon.
“Ah seriusan nih beneran” Tanyaku masih heran.
“Beneraaan ayo kesanaa sekarang!!” Serunya semangat.
“Oke oke” Bergegas aku menutup telfon dan bersiap diri.
Dalam hitungan detik beberapa pesan singkat mulai menghampiri ponselku, semuanya memberitakan tentang Labschool kebakaran. Berita ini langsung kusampaikan ke ayahku, kebetulan hari ini adalah hari libur Isra’ Mi’raj. Kami sekeluarga langsung pergi menjenguk Labschool. Penasaran adalah kata yang tepat untuk mendiskripsikan peristiwa ini.
Sesampainya di Labschool aku langsung berlari ke dalam, kudapati garis polisi membatasi setiap sekat gedung. Asap kebakaran membubung tinggi jauh diatas. Api melahap semua yang dilalui kecuali Masjid Baitul Ilmi. Entah, seperti keajaiban menaungi masjid tersebut. Pemadam kebakaran berusaha memadamkan sang api. Bersama hilangnya api, hilang juga rapot kami, kenangan kami, waktu kami, dan kelas kami. Bersisa serpihan-serpihan kertas hangus yang tak jarang hanya tinggal setengah bahkan seperempat. Puing-puing keramik dan besi yang menghitam karna gosong. Batu-batu kecil bekas reruntuhan sebagai saksi mati yang selamat dari terkaman api. Sepi adalah suanasa yang tergambar. Sedih adalah suasana yang tersirat. Keheningan mengisi sisa hari itu, sampai suara polisi menyapu keheningan kami.
“Yak adek-adek bapak-bapak silahkan mundur ya, kami akan melakukan penyelidikan terlebih dahulu” Sahut beberapa polisi sambil menghalau kami agar menjauh.
Satu per satu dari kami pulang menuju rumah masing-masing. Perjalanan ke sekolah hari itu, berakhir sampai di sini. Seperti halnya gedung kami yang dilahap bara api, berakhir hari ini. Entah apa penyulut api tersebut, yang jelas banyak hal telah hilang bersamanya.
Sekolah diliburkan, begitu seru kepala sekolah keesokan harinya. Alih-alih bersantai di rumah, para murid dan guru justru ramai membereskan sekolah yang hangus. Puing demi puing berhasil kami kumpulkan bersama, seperti mengumpulkan kenangan masa lalu kami yang terpecah belah. Banyak kenangan tersimpan sebelum kebakaran ini. Gotong royong kami membersihkan sisa-sisa kebakaran.
Hari demi hari kami membersihkan puing-puing, sekolah kami pun kembali terlihat cerah. Cerah tanpa atap, cerah tanpa pintu, cerah tanpa kayu. Sinar matahari pun menyinari kami dari segala penjuru. Akan tetapi, berkat gotong royong ini kami lebih mengenal satu sama lain. Meskipun api dapat membakar sekolah kami, api takkan pernah bisa membakar kebersamaan kami. Api yang telah hilang dipadamkan saat kebakaran, hadir kembali membakar semangat kami. Kerja sama yang apik terbentuk di atas reruntuhan sekolah kami. Kekompakan terlihat sangat jelas, sejelas mata kami melihat sekolah yang hangus. Api pun meminta maaf dengan menghangatkan kekeluargaan kami. Keadaan berubah sangat cepat. Habis gelap, terbitlah terang.  
Saat kubuka lembaran berikutnya, ternyata tak seterang lembaran sebelumnya. Lembaran hangus bagaikan sebuah pembatas bukuku. Telah lama aku berjalan mundur dari lembaran paling belakang ke lembaran ini. Tak terasa mobilku sudah terparkir rapih di SMP tercintaku ini. Saatnya aku mengambil ijazah dan menutup bukuku dengan tinta perpisahan.
Perlahan kututup bukuku dan turun dari mobil. Bersama buku kehidupanku di tangan kanan, aku berjalan melewati pintu masuk dan menelusuri jalan setapak.  Tanaman-tanaman hijau menyapaku riang, seakan berbisik kepadaku kalau dia sedang senang sekarang. Setelah hitam hangus, sekolahku kembali hijau rindang. Aku dapati seorang teman sedang menunggu ijazah, sama sepertiku.
“Wah terus lo bakal nutup itu buku gimana gah?” Tanyanya penasaran.
Sambil menyelam minum air, sambil menulis aku katakan kepada temanku, “Perpisahan selalu ada dalam setiap hidup manusia, tidak dapat dicegah atau dihentikan. Waktu akan berjalan sebagaimana mestinya, meninggalkan kenangan dari cerita-cerita yang telah dibuat bersama. Memang ini bukan akhir dari segalanya. Akan tetapi, setelah perpisahan ini segala hal tidak akan berjalan sama seperti sebelumnya. Pada akhirnya kita harus menerima, bahwa disetiap perjumpaan selalu ada perpisahan.
Friends will come and friends will go. The seasons change and it will show, I will age and so will you, but our friendship stays, strong and true. Friendship isn’t how you forget, but how you forgive. Not how you listen, but how you understand. Not how you see, but how you feel. Not how you let go, but how you hold on.”
Aku tutup buku ini, tanda putih biru telah usai. Aku hanya ingin berterima kasih untuk semua warga SMPku, terima kasih untuk segala kenangan yang telah kalian pahat dalam hatiku. Maafkan segala kesalahanku dan tetap ingatlah hari bersama kami. Canda, tawa, suka, duka akan tetap ada di dalam persahabatan kami. Berjuanglah untuk kehidupan selanjutnya, semoga yang terbaik selalu bersama kami.
Giliranku mengambil ijazah pun tiba. Tercelup tiga jariku dalam tinta ungu, kutempelkan ketiga jari tersebut di atas ijazah SMPku. Urusanku di sini pun telah usai. Setiap langkahku menuju kembali ke mobil mengingatkanku tentang banyaknya kenangan manis di sini. Perlahan aku naik ke mobil dan roda mulai berputar, berputar seperti hidup ini. Gerbang pun telah kutinggalkan, “Sampai jumpa” Hanya itu yang kuucapkan.

Abdi Marang Gusti Al Haq

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato dan Gombal di Musim Pancaroba

Pidato: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua dan segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karna berkat rahmat dan karunianya kita dapat berdiskusi di dunia maya ini. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah pidato tentang musim pancaroba. Dewasa kini banyak sekali terlihat penyakit di lingkungan saya. Saat ini sedikitnya 5 orang telah terjangkit demam berdarah dan belasan lainnya terjangkit pilek. Di musim pancaroba ini hendaknya kita lebih extra waspada untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Kita juga harus memerhatikan lingkungan dengan buang sampah pada tempatnya mulai dari diri sendiri. Sampah-sampah dapat menjadi tempat genangan air bersih. Genangan air tersebut adalah SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH! Maka dari itu saya menghimbau kepada seluruh teman-teman untuk menjaga lingkungan kita jangan sampai orang terdekat kita menjadi korban dari ganasnya demam berdarah. Di mulai dari diri sendiri, dari yang kecil, dan dar

Lima Tips Koas IPD FK UGM

Banyak sekali hal-hal yang tidak tertulis dalam peraturan namun dalam kenyataan sangat dipegang. Contoh; ketuk pintu saat hendak memasuki ruangan. Pastilah kertas peraturan semakin penuh jika setiap peraturan tidak tertulis ikut ditulis. Sayangnya masih ada saja beberapa koas yang mungkin lupa kalau ada hal tersebut. Oleh karena itu kewajiban bagi koas yang ingat untuk mengingatkan. Kalau yang lupa tidak mau mengingatkan, semoga Tuhan mengingatkannya. Namun, kita di sini tidak membahas peraturan tak tertulis melainkan tips tak tertulis. Beberapa tempo lalu -- di sini -- aku telah menuliskan bagaimana koas dituntut untuk memiliki inisiatif. Namun sayangnya, pendidikan kita tidak sinergis untuk mendidik kami menjadi pribadi inisiator. Contoh? Ada bagian dimana salah menginisiasi berakibat fatal, lebih baik manggut-manggut angguk-angguk. Lalu hadirlah artikel ini yang semoga dapat membantu Anda jika ingin IPD lebih bermanfaat. Tentunya pembaca lain sangat diundang untuk berbagi

Koas Penyakit Dalam FK UGM

Koas Ilmu Penyakit Dalam FK UGM Halo semua pembaca! lama tidak berjumpa di ruang maya ini. Semoga teman-teman, bapak, ibu, semuanya dalam keadaan sehat. Kali ini aku ingin bercerita tentang stase besar terakhirku. Kisah nano-nano yang tak terlupakan, tentunya tiap bagian hidup kita memiliki keunikan dan spesialnya masing-masing. Ini kisahku Sepuluh minggu tulang punggung dokter umum. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap bagian lain, IPD memang menyumbang peran besar. Sewajarnya punggawa ilmu penyakit dalam (IPD) menginginkan koasnya pintar-pintar. Berbagai program telah disiapkan oleh dosen-dosen kita yang luar biasa. Program pertama adalah bimbingan koas. Aku rasa tidak ada cerita khusus di bimbingan koas. Tips belajar sebelum stase?  Maaf ya menurutku pribadi tidak perlu. Saranku perdalamlah ilmu yang disukai; ilmu jual beli yang baik? ilmu agama? ilmu-ilmu yang bermanfaat yang mau diamalkan. Manfaatnya dobel; manfaat belajar + manfaat mengamalkan. Mengapa tidak perlu belajar