Di artikel sebelumya -- http://amgah.blogspot.com/2012/08/itikaf-bagian-pertama-raib_13.html -- Alham Qobli Altan mendapat masalah yang bertubi-tubi. Lalu apa yang ia lakukan selanjutnya?
***
Hm, mungkin
ini adalah ujian dari Allah. Agar aku belajar untuk ikhlas, dan menyerahkan
segala urusan hanya pada-Nya. Setelah mencari laptop tapi tetap nihil, aku memutuskan
untuk kembali ke masjid. Aku mendengarkan kajian ba’da ashar yang memasuki
segmen-segmen akhir. (Segmen awal aku keluar masjid nyari laptop)
Aku duduk bersama
yang lain dan langsung mendengar sebuah kalimat penggugah.
“Serahkan
semua masalah hanya pada Allah! Gak usah nyerahin masalah sama manusia. Kalo
nyerahin semua ke manusia, kita cuma dikasihanin dan dibilangin untuk sabar.
Gak ada solusi. Nah coba semua masalah serahin ke Allah. Dialah sebaik-baiknya
penolong dan pelindung. Tapi dengan catatan, kita juga berusaha semaksimal mungkin.”
Jeger! Kenapa bisa pas banget.
Subhanallah.
Serahkan
semuanya hanya pada Allah.... Itulah yang dapat membuatku melepas penat. Allah
Maha Besar, Allah Maha Kuasa, Allah Maha Perkasa. Serahkan semuanya hanya pada
Allah.. Hmmm... Aku teringat surat al insyirah ayat terakhir “Dan hanya kepada
Allah lah engkau berharap”
Lalu aku
teringat sebuah lagu, "Dengan menyebut nama Allah."
Dengan menyebut nama Allah, jalani hidupmu, yakinkan niatmu, jangan pernah ragu.Dengan menyebut nama Allah, bulatkan tekadmu, menempuh nasibmu, ke mana pun menuju.Serahkanlah hidup dan mati mu. Serahkan pada Allah semata.Serahkan duka gembira muAgar damai senantiasa hatimu.
ya.... itu yang aku cari.....Kedamaian
hati.....
Kajian ba’da
ashar telah usai. Aku mendapatkan pelajaran berharga tentang makna keikhlasan.
Di awal itikaf aku berniat untuk melepas penat, dan sekarang aku diberi ilmu untuk
melepas penat. Langsung, tanpa basa-basi. Allah memberikanku petunjuk melalui kajian
ba’da ashar. Dan mengujiku dengan semua masalah yang aku hadapi.
Apakah aku
bisa ikhlas. Apakah aku bisa menyerahkan semuanya pada Allah. Aku mencari
kedamaian hati, bisakah aku mendapatkannya. Karena godaan untuk menempuh jalan
yang salah itu selalu ada. Melepas penat dengan ber”gembira” sebentar. “Gembira”
dalam artian menembus pagar-pagar kebenaran. Ya Allah guide my step don’t let me go astray.
Sisa hari aku
habiskan dengan berpikir, mencoba mengerti makna ikhlas. Suatu waktu aku
memutar otak tentang filosofi tidur dan hubungannya dengan Allah. Kenapa pas
tidur kita begitu damai? Aku berpikir... Karena saat tidur, kita menyerahkan
semuanya pada Allah. Nyawa kita, jiwa kita, masalah kita, semua kita serahkan
pada Allah. Apa itu tingkat tertinggi dari menyerahkan diri pada Allah. Begitu
damai, begitu tentram, begitu tenang.
Selain
ibadah, itikafku aku isi dengan memandangi langit. Aku memandang langit bukan
untuk meratapi nasib dan merasa merana. Aku ingin melihat ciptaan Tuhan yang
sangat indah dan belajar darinya. Inilah beberapa catatanku saat memandangi langit malam.
Pukul 21.00.
Langit merah merona, entah apa yang terjadi pada langit. Namun langit jam 9 malam
begitu hampa. Tak ada bintang, tak ada bulan. Semua hanyalah langit yang hitam
kemerahan.
Pukul 22.00.
Aku melihat bintang perdana, di sudut timur ada secercah cahaya. Pendarnya memecahkan
kehampaan.
Pukul 23.59.
Bintang itu hilang. Langit kembali kosong.
Pukul 2.00 Bulan
sabit muncul. Ke mana saja kamu selama ini? Kenapa baru muncul sekarang, bulan.
Aku mencari-cari cahaya terang tapi kau baru muncul jam 2 dini hari. Saat orang-orang
mulai terkapar terlelap. Tapi tak apa, kau muncul dengan tersenyum, wahai bulan
sabit.
Pukul 3.00
Bersama bulan hadir dua bintang menemani. Cahaya-cahaya mulai menguasai langit
gelap.
Pukul 5.00 Bintang
bertaburan begitu indah.
Pukul 6.00 Matahari
tersenyum malu. Langit berganti suasana.
Aku
menganalogikan semua ini dengan masalah. Awalnya masalah terlihat begitu pekat,
seperti langit jam 9 malam. Tapi! Secercah harapan muncul! pukul 10.00. Oh tidak...
Harapan itu terkadang hilang, membuat diri merasa terpuruk sendiri, pukul
12.00.
Usaha
tetap
mengalir, doa tetap bersimbah, diri tetap setia pada yang benar. Pukul
2.00,
cahaya yang terang muncul, tidak hanya sekadar pendar seorang bintang,
ini
seorang bulan. Bulan sabit “Lengkungkanlah bibirmu seperti lengkung
diriku,
tersenyumlah.” Bulan juga muncul tiba-tiba, saat semua orang hampir
sudah terlelap. Kedatangan pemecah masalah kadang tak terduga dan sangat
tiba-tiba, aku harus tetap ber-asa.
Pukul 3.00
dan pukul 5.00. Masalah menemui titik terang, cahaya-cahaya mulai menguasai
kegelapan. Sebelum akhirnya pukul 6.00, masalah benar-benar hilang. Langit
berganti suasana, dari gelap menuju terang. Tuhan, Mahasuci Engkau yang
menciptakan langit begitu indah dan sarat makna. Tanda-tanda kebesaran-Mu bagi
orang-orang yang berpikir.
Heh, aku tertawa kecil. Begitu
hebat... Tapi.. masalahku kini belum menemui titik terang. Kapankah pertolongan
Allah datang?
...Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat....
(QS Al Baqarah: 214)
Komentar
Posting Komentar