4 februari 2016
Apa yang kamu lakukan sia-sia
Aku lewatkan artikel tanggal 2 dan 3 dan kusimpan mereka untuk menjadi tulisan yang bahagia. Lalu kubuka tanggal 4 Februari dengan sebuah perenungan dan pencarian celah cahaya. Bak pelancong yang terjebak di sebuah kota yang padat, aku (dan teman-temanku) kehilangan arah. Jika dilagukan mungkin salah satu lagu yang cocok untuk kami adalah Fix you – Coldplay.
Namun di sini, aku (kami) tidak akan melantunkan nada menyedihkan. Hal yang kami inginkan adalah membaca tanda, tanda yang dipasang oleh dinas perhubungan agar kami tahu ke mana kami harus melangkah. Di sini kami menuliskan bagaimana cara menghadapi suatu persimpangan. Ibarat tanda yang ada di persimpangan semuanya berbahasa asing, kami mencoba mengartikannya.
Tentu akan banyak sekali persimpangan yang akan dijumpai dalam hidup. Jika pembaca ingin bertukar pendapat tentang persimpangan yang dihadapi atau ingin persimpangannya dibahas oleh kami, silahkan kirimkan email kepada kami di amgah01@yahoo.com
Persimpangan yang dibahas saat ini;
Apa yang kamu lakukan sia-sia!
Usaha Kami Sia-sia
Persimpangan ini baru saja kami rasakan. Tentang identitas dari kami, siapa saja kami, itu dirahasiakan. Kami pun merahasiakan detail dari kejadian, loh terus apa dong yang gak dirahasiain. Kami telah membuat skenario khusus untuk para pembaca. Semoga dapat membantu ketika pembaca sedang mengalami persimpangannya sendiri.
Jalan yang kami tempuh adalah jalan yang cukup rumit. Siapa pun yang sedang berusaha mengejar impiannya, 99,99% ingin diakui bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang menantang. Tidak mau diremehkan, tidak mau dianggap loyo. Jika diibaratkan sebagai lagu, lagu kami akan seperti ini “mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang.”
Lalu tiba-tiba di tengah (atau akhir) perjalanan, lagu kami berubah menjadi “yesterday, all my troubles seemed so far away! Now it looks they’re here to stay, oh yesterday, oh yesterday”. Jika kami semua masih duduk di bangku SD, guru kami akan berkata seperti ini “Kalian sekarang merasakan pelajaran yang ibu ajarkan kemarin! Masih ingat? Ibu mengajarkan peribahasa ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’” Lalu respon kami dalam hati “Well said, bu guru. Otak kami mengerti, tapi hati kami hancur”
Kami kecewa, jika diibaratkan seperti lagu (ah janganlah diibarat-ibaratkan lagi dengan lagu). Kami kecewa terhadap diri kami sendiri. Apa yang sudah kami kerjakan selama ini, menghilang bersama kesalahan yang kami buat. Ibarat masakan, apa yang kami goreng kini gosong. Ibarat ngeteh, air yang kami rebus semua menguap. Lantas apa lagi yang bisa kami lakukan? Ketika semua pintu usaha telah tertutup dan yang tertinggal hanyalah penyesalan.
(Pernah merasa seperti demikian? Sama! Jika tidak sekarang, mungkin nanti. Bukan bermaksud untuk mendoakan, tetapi masalah seperti di atas sangat lumrah.)
Tibalah kami di suatu persimpangan besar di mana lurus, kanan, kiri, belakang semua tak terlihat. Kami disibukkan oleh batu yang dipasung oleh kami sendiri di kaki kami. Ke mana kami melangkah, batu itu akan terus kami seret, memberatkan langkah kami, membutakan mata kami. Tak ada kemauan untuk berpindah, diam adalah pilihan yang lebih masuk akal.
Akan tetapi jika keadaan terus dibiarkan seperti ini, kami hanya akan menjadi tengkorak di perempatan jalanan. Tak jelas, tak bertuan, tak berarti, tak berdampak. Tidak akan ada orang yang mau melayat kami, karena kami tak memiliki apa pun. Bahkan berjalan pun enggan, bagaimana mau memberikan manfaat. Beratnya batu yang dipasung dan menghilangnya jalan yang pernah dilalui, membuat kami lupa bahwa kami masih bisa berjalan ke salah satu jalan lain di persimpangan.
Setidaknya masih ada 4 jalan; depan, kanan, kiri, belakang, meskipun rumah/jalan yang sebelumnya kami tempati telah mengeluarkan kami dari situ. Pesan yang ingin kami sampaikan dan jika kami berhenti mengibarat-ibaratkan, simpelnya seperti ini;
- Akan ada satu titik kehidupan di mana manusia merasakan bahwa masalah yang dihadapinya adalah masalah terbesar yang pernah dia hadapi
- Beberapa orang ingin bunuh diri karena jalan tersebut adalah jalan keluar yang mudah. Mengapa orang ingin bunuh diri? (Atau merasa masalahnya sangat hebat). Karena manusia berfokus pada apa yang manusia pasungkan di tubuhnya. Manusia berfokus pada beban yang sedang ia emban.
- Manusia seringkali terlupa bahwa manusia memiliki Tuhan, yang Maha Besar, lebih besar daripada beban yang dipasung, lebih kuat, lebih kuasa
- Manusia harus mengingat, bahwa masih ada jalan lain sekalipun jalan yang ditempuhnya tak mau lagi menerimanya. Lalu mengingat bahwa Tuhan hanya memberikan beban melainkan hambaNya sanggup memikulnya. Lalu mengingat bahwa Tuhan Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha membolak-balikkan hati manusia.
Persimpangan; banyak jalan, tapi seperti berkabut dan tak terlihat karena manusia berfokus hanya pada beban yang sedang dipikulnya. Padahal masih ada jalan lain asalkan manusia memaafkan dirinya sendiri, belajar dari kesalahan, dan meningkatkan kualitas diri. Ketika manusia legowo, satu per satu jalan baru mulai terlihat.
Satu masalah selesai, bagaimana melihat adanya jalan lain. Lalu timbul masalah baru, jalan mana yang harus ditempuh? Tanda-tanda yang disediakan oleh dinas perhubungan akan sia-sia jika manusia masih berfokus hanya pada batu yang dipasung di kakinya. Tanda-tanda akan mulai terlihat jika manusia mau berubah, membawa bebannya hingga beban tersebut hilang dikarenakan manusia telah berhasil menebus kesalahannya.
Bagaimana menginterpretasi tanda ketika tandanya sudah terlihat? Gunakan tujuan awal, motivasi, kemampuan, keinginan, insting, banyak hal yang diintegrasikan pada beberapa buku bacaan. Kami merekomendasikan buku karangan Daniel Goleman – Focus dan buku karangan John C Maxwell – Roadmap for Success. Intisari buku “Focus” seperti ini;
Jika ingin sukses, gunakanlah 3 fokus utama yaitu fokus ke dalam, fokus ke luar, dan fokus ke pihak lain. Fokus ke dalam; ke diri sendiri. Fokus ke luar; cara bersosialisasi/intelegensia sosial bagaimana memahami diri sendiri dan memahami orang lain. Fokus ke pihak lain; berpikir secara sistem (luas), apa yang dilakukan akan berdampak luas dan jangka panjang (tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain).
Semoga orang-orang seperti kami, yang merasa terdepak dari jalannya dapat segera menemukan jalan baru. Walaupun nila setitik rusak susu sebelanga, kami dapat membuat susu yang baru, bahkan susu yang lebih nikmat dan manis. Walaupun semua usaha seperti sia-sia, semoga dapat memulai yang baru dan belajar dari yang lalu. Pada akhirnya kami tidak tersesat dan mati di persimpangan, tapi berhasil melangkahkan kaki dan menjadi sebaik-baiknya manusia di jalan baru yang ditempuh. Aamiin
shared article dari http://www.legowo.com
sumber gambar;
free wix pictures
palembang.tribunnews.com
Komentar
Posting Komentar