Prolog
Berulang kali tulisan ini aku biarkan terkatung dalam daftar draft. Kenapa harus aku post? orang yang tidak percaya akan menghina minimal mengingkari. Orang yang percaya tak perlu repot-repot baca ini karna sudah percaya. Orang yang bingung? hm. Karena terhenti pada kalimat tanya itu akhirnya memberanikan diri untuk merampungkan Mengapa Aku Menikah.
Cukup banyak yang bertanya "kok bisa sih? gimana ceritanya?" tak sedikit pula yang meminta "di post dong di blog" Pertanyaan bisa kujawab namun postingan blog kadang kutolak. Modal dari membaca ini mungkin sebuah keraguan. Aku pun menikah berawal dari keraguan, dulu aku ragu karena sebagai seorang mahasiswa kedokteran yang mainstream aku tak punya penghasilan. Namun waktu berjalan akhirnya menyadari bahwa keraguanku bukan semata-mata karena penghasilan. Keraguanku muncul akibat aku lemah ilmu, tak punya ilmu mengenai pernikahan.
Tak perlu aku jelaskan panjang lebar mengenai pencarian orang, siapa jodohku?. Karena sudah banyak contoh menampakkan bahwa orang bukanlah letak pilar permasalahan. Ilmu lah fondasi dari ketenteraman pernikahan. Namun masalahnya minimal ada satu, percaya pada kebenaran atau mengingkari dengan alasan.
Berhentilah membaca jika di dalam hati hanya ada pengingkaran, karena tulisan ini dibuat untuk yang mau mencari jawaban dari kegundahan kata orang-kata orang. Contoh pertama, sebuah pernikahan yang dilandasi dari faktor usia dan kemapanan. Tak perlu disebutkan siapa sebenarnya fulan dan fulanah. Pasti mereka berdua orang yang berusia dan sudah mapan di dalam profesinya. Mereka menikah karena saatnya telah tiba, usia cukup, uang cukup, tinggal nikah. Sayangnya nikah sebenarnya tidak semudah itu, untuk mereka. Karena bagi sebagian orang menua dan mapan profesi itu sulit.
Pernikahan fulan dan fulanah pada contoh 1 berakhir nestapa. Keduanya berakhir pisah ranjang dan berada dalam ambang perceraian. Apalah arti uang tanpa keilmuan. Di satu sisi orang muda selalu bertanya kapan aku mapan kapan aku mapan? di sisi yang lain mereka bertanya aku sudah punya uang dan mapan tapi mengapa masih demikian?
Uangkah jawabnya atau ilmu utamanya. Usia dan kemapanan memang dua buah faktor. Namun ilmu adalah faktor utama. Tidakkah di sekitar kita ada pasangan muda, yang ekonominya pas-pasan, tetapi menikah berlandaskan ilmu, dan pernikahan mereka sangat menyenangkan? Sudah kuhimbau untuk berhenti jika hanya ada pengingkaran, namun teruslah membaca jika ingin mencari jawaban.
Contoh kedua, sebuah pernikahan yang kurang lebih sama seperti contoh pertama. Bedanya mereka berilmu, sangat berilmu secara apa ya kita menyebutnya; dunia? perifer? tepi?. Fulan dan fulanah paham bagaimana pria dan wanita harus berinteraksi. Paham pemecahan masalah dari setiap cek-cok rumah tangga. Namun kurang mengerti bagaimana harus mendidik anak sesuai Rasulullah SAW. Bagaimana hubungan keluarga antara anak dan orang tua paska menikah sesuai Rasulullah SAW.
Apa yang terjadi pada contoh yang kedua? pernikahan fulan dan fulanah selamat sampai sekarang. Keduanya hidup harmonis dalam kisah-kasih sepasang manusia. Namun pada ilmu-ilmu sunnah nabi Muhammad SAW, terdapat hasil-hasil yang kadang sedih ketika kita melihatnya. Kita paham fulan dan fulanah contoh 2 adalah orang yang baik, namun mengapa produk dari pernikahannya kita semua paham kurang baik.
Kedua contoh di atas adalah modal minus pernikahanku. Modal yang diraih jauh sebelum ingin menikah. Ketika duduk pada tahun pertama kuliah, tahun kedua, tahun ketiga dan seterusnya, contoh-contoh pernikahan yang baik selalu datang dan pergi. Ada yang baik secara dunia tetapi hasil pernikahannya kok sedih ya melihatnya. Pasangannya mungkin tenteram namun maaf, anaknya tidak tenteram. Ada yang secara dunia atau pun sunnah sudah tidak baik, semoga fulan dan fulanah diberikan kemudahan untuk belajar ilmu Allah.
Lantas bagaimana nanti aku membangun rumah tangga? Kadang apa yang menurut manusia baik tidak selalu baik di sisi Allah. Namun yang baik di sisi Allah sudah pasti baik untuk manusia. Kita paham ada ilmu-ilmu tepian yang dibahas secara rinci melalui jurnal atau pun buku besar padahal prinsip dari ilmu tersebut sudah tersedia dalam Al Qur'an atau pun hadits. Namun masalahnya mau kah kita memercayainya, mempelajarinya, mengetahui mana ilmu yang asli, mana ilmu yang karbitan. Berawal dari sini aku memulai langkahku.
copyright amgah.blogspot.com
Mengapa Aku Menikah Part 2: Bridge
berawal dari stase bedah yang punya waktu lebih untuk belajar agama, ya Gah.
BalasHapussiapa nih anonim anoniman hahaha
Hapus