Langsung ke konten utama

Menunggu Langit Biru, Kompilasi Catatan Live-in




Tanggal 7-9 juni aku mengikuti Live in AMSA UGM. Secara singkat, acara ini adalah acara yang menuntut pesertanya untuk berbaur bersama masyarakat desa. Di acara ini kita tinggal di rumah warga desa, hidup bersama mereka dan merasakan apa yang mereka rasakan. Tak ada HP, tak ada laptop, semua serba desa.
Kehilangan semua gadget dapat diartikan sebagai mati gaya bagi warga kota. Bayangkan ketika sebuah pusat perbelanjaan melarang handphone dibawa masuk. Kehilangan semua gadget juga berarti menambah waktu luang. Saat-saat yang "seharusnya" diisi dengan membaca recent update atau baca timeline, pas gadget ilang jadi gaktau mau ngapain. Waktu inilah yang aku isi dengan menulis. Fiuh, akhirnya bisa nulis lagi, setelah lama absen di dunia pertulisan tanpa kabar tanpa pesan.
Inilah kompilasi tulisan yang dibuat saat live in:

Catatan pertama: Baja dan Kayu
Hari itu aku menapak bumi lebih dalam lagi, 8 Juni 2013. Ketika tanah menjadi alas tidur dan ayam adalah alarm pagi. Semua notifikasi HP tiba-tiba lenyap, bbm, sms, telfon, line, atau whats app telah berganti menjadi suara sapi. Baja-baja mobil kini menjadi karet dan besi-besi menjadi batang pohon.

Catatan kedua: Warna dari desa

 Tempat ini adalah saksi ketika hijau dan biru mendominasi abu-abu serta asap adalah hal yang ditunggu. Asap di sini bukanlah hasil dari bis-bis bobrok yang gayanya angkuh menantang. Asap di sini berarti makanan ibu sebentar lagi akan matang.

Catatan ketiga: Menunggu Langit Biru

Menunggu langit biru di hari terakhir live in, hari perpisahan. Telah tiga hari aku berada di sini, tak terasa kini saatnya aku mengucapkan terima kasih dan sampai berjumpa lagi. Pak Yaini mengajarkanku kesederhanaan dan kesyukuran. Beliau juga mengedepankan kebaikan tanpa perhitungan. Bagi beliau, satu kebaikan yang ia berikan ke orang lain juga merupakan kebaikan yang ia berikan  untuk dirinya sendiri.
Hm.. tanpa terasa langit mulai membiru. Antara pagi yang hangat atau pagi yang dingin membaur menjadi satu, seperti sebuah keluarga dan rindu. Tiba-tiba.. sebuah lagu terputar di dalam hati. Mocca – Hanya satu: “hanya satu pintaku tuk memandang langit dan biru, di pangkuan ayah dan ibu. “
Aku jadi teringat ketika pak Yaini bercerita tentang gempa Yogyakarta. Beliau bilang “jika memang sudah saatnya bapak pergi, bapak pengen ngeliat wajah seluruh anak bapak. Ya alhamdulillah ya, gak lama setelah gempa, anak-anak pada turun. Bapak bisa ngeliat wajah-wajah mereka. Saat itu bapak udah pasrah, yang penting udah bisa ngeliat wajah anak-anak bapak.”
Betapa berartinya keluarga di mata pak Yaini.. Aku hanya bisa diam terpaku menyaksikan pak Yaini mengusap air matanya.  

Hanya satu pintaku, tuk memandang langit biru, dalam dekap seorang ibu.
Hanya satu pintaku, tuk bercanda dan tertawa, di pangkuan seorang ayah.
Apabila ini hanya sebuah mimpi, ku selalu berharap dan tak pernah terbangun.
Hanya satu pintaku, tuk memandang langit biru, di pangkuan ayah dan ibu.
Apabila ini hanya sebuah mimpi, ku selalu berharap dan tak pernah terbangun.
Hanya satu pintaku, tuk memandang langit biru, dalam dekapan ayah dan ibu.

 dan Langit pun semakin biru

***
Mohon maaf apabila tulisannya downgrade dari tulisan-tulisan sebelumnya. Semoga tulisan berikutnya ter upgrade :)

sumber gambar: photospin.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tips Koas IPD FK UGM

Banyak sekali hal-hal yang tidak tertulis dalam peraturan namun dalam kenyataan sangat dipegang. Contoh; ketuk pintu saat hendak memasuki ruangan. Pastilah kertas peraturan semakin penuh jika setiap peraturan tidak tertulis ikut ditulis. Sayangnya masih ada saja beberapa koas yang mungkin lupa kalau ada hal tersebut. Oleh karena itu kewajiban bagi koas yang ingat untuk mengingatkan. Kalau yang lupa tidak mau mengingatkan, semoga Tuhan mengingatkannya. Namun, kita di sini tidak membahas peraturan tak tertulis melainkan tips tak tertulis. Beberapa tempo lalu -- di sini -- aku telah menuliskan bagaimana koas dituntut untuk memiliki inisiatif. Namun sayangnya, pendidikan kita tidak sinergis untuk mendidik kami menjadi pribadi inisiator. Contoh? Ada bagian dimana salah menginisiasi berakibat fatal, lebih baik manggut-manggut angguk-angguk. Lalu hadirlah artikel ini yang semoga dapat membantu Anda jika ingin IPD lebih bermanfaat. Tentunya pembaca lain sangat diundang untuk berbagi ...

Pidato dan Gombal di Musim Pancaroba

Pidato: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua dan segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karna berkat rahmat dan karunianya kita dapat berdiskusi di dunia maya ini. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah pidato tentang musim pancaroba. Dewasa kini banyak sekali terlihat penyakit di lingkungan saya. Saat ini sedikitnya 5 orang telah terjangkit demam berdarah dan belasan lainnya terjangkit pilek. Di musim pancaroba ini hendaknya kita lebih extra waspada untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Kita juga harus memerhatikan lingkungan dengan buang sampah pada tempatnya mulai dari diri sendiri. Sampah-sampah dapat menjadi tempat genangan air bersih. Genangan air tersebut adalah SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH! Maka dari itu saya menghimbau kepada seluruh teman-teman untuk menjaga lingkungan kita jangan sampai orang terdekat kita menjadi korban dari ganasnya demam berdarah. Di mulai dari diri sendiri, dari yang kecil, dan dar...

Terima Kasih Dokter Thomas

#Koas FK UGM Ilmu Penyakit Dalam RSUD Banjarnegara Hari ini tugas refleksi kasus kami rampung *yeay*. Namanya dr. Thomas Effendi spesialis penyakit dalam. Konsulen kesayangan kami di Banjarnegara yang sangat kami hormati. Kebaikan hati beliau disimpan oleh puluhan mungkin ratusan koasnya. Sebut saja dr. Endro, residen penyakit dalam yang dulu koas di tempat yang sama, masih menyimpan kesan betapa baiknya dr. Thomas.                 ‘ One of the best consultant and teacher that I ever met’ terkesan berlebihan memang. Namun, kalau kita tanya ke pensiunan koas IPD Banjarnegara, siapa yang tidak mengiyakan? Kebaikan pertama: sudah jadi omongan langit bahwa koas IPD di Banjar benar-benar menjadi dokter muda. Loh kan situ memang dokter muda?. Yes, tapi tidak melulu dokter muda bisa menjadi dokter muda. Di Banjar, kita benar-benar memanajemen pasien, keputusan kita benar-benar dianggap. Kasarnya hidup matinya...